Mengapa Surakarta Tidak Menjadi Daerah Istimewa Seperti Yogyakarta?

FIRSTJURNAL – Saat mendengar istilah daerah istimewa yang langsung muncul di benak banyak orang adalah Yogyakarta. Tapi tahukah kamu bahwa Surakarta juga pernah berstatus daerah istimewa setelah kemerdekaan Indonesia? Bahkan kini kembali muncul wacana menjadikan wilayah ini sebagai provinsi baru, yaitu daerah istimewa Surakarta.

Mengapa Surakarta kehilangan keistimewaannya dan bagaimana peluangnya untuk kembali istimewa? Mari kita telusuri sejarahnya. Untuk memahami keistimewaan Surakarta, kita harus menengok ke tahun 1755 saat Kesultanan Mataram pecah melalui perjanjian Gianti.

Dari perpecahan ini lahirlah dua kekuatan besar yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kunanan Surakarta. Tidak lama kemudian pada tahun 1757 muncul pula Kadipaten Mangkunaran. Dua entitas kerajaan inilah yang menjadi pusat budaya dan kekuasaan di wilayah Surakarta.

Meskipun berada di bawah bayang-bayang kolonial Belanda, keduanya tetap mempertahankan otonomi dan pengaruhnya di kalangan masyarakat. Setelah proklamasi kemerdekaan tahun 1945, Pakubuono 12 dari Kasunanan Surakarta dan Mangku Negara 8 menyatakan dukungan terhadap Republik Indonesia.

Pemerintah pusat pun memberikan status daerah Istimewa Surakarta sebagai bentuk penghormatan. Namun, situasi politik saat itu sangat tidak stabil. Berbagai kelompok laskar rakyat muncul dan menuding keraton sebagai simbol feudalisme serta dianggap dekat dengan kolonialisme. Terjadi aksi penculikan terhadap tokoh-tokoh KATON dan kerusuhan yang membuat kondisi Surakarta tidak kondusif.

Puncaknya pada bulan Juni tahun 1946 melalui penetapan Pemerintah Nomor 16 status istimewa Surakarta resmi dicabut. Wilayah ini pun dimasukkan secara administratif ke dalam Provinsi Jawa Tengah dan keraton tidak lagi memiliki peran resmi dalam pemerintahan.

Lantas mengapa Yogyakarta tetap istimewa? Kunci utamanya adalah stabilitas dan loyalitas. Sri Sultan Hameng Kubuono 9 bukan hanya menyatakan dukungan, tapi juga memberikan fasilitas bahkan keuangan untuk perjuangan republik. Saat Jakarta diduduki Belanda, Yogyakarta menjadi ibu kota Republik Indonesia. Semua ini membuat Yogyakarta dianggap sebagai daerah yang sangat berjasa dan akhirnya mendapat jaminan status istimewa secara konstitusional.

Lewat Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kini setelah lebih dari 75 tahun muncul kembali wacana menjadikan wilayah Surakarta sebagai provinsi tersendiri yaitu Provinsi Daerah Istimewa Surakarta. Wacana ini muncul dari tokoh-tokoh dan masyarakat yang menginginkan pemekaran wilayah Solo Raya, yakni Kota Surakarta, Klaten, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, dan Wonogiri.

Alasannya cukup logis bahwa Jawa Tengah adalah provinsi yang sangat luas dan sangat padat. Pemekaran diharapkan dapat mempercepat pelayanan publik dan pembangunan yang merata. Selain alasan administratif, nilai historis dan budaya dari Kasunanan dan Mangkunegaran juga menjadi pertimbangan utama dalam wacana ini.

Namun, hingga kini belum ada arahan resmi dari pemerintah pusat. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menyatakan bahwa belum ada urgensi dan pembahasan serius di tingkat nasional. Jadi, wacana ini masih sebatas aspirasi dan diskusi publik. Surakarta pernah istimewa dan kini kembali muncul aspirasi untuk menjadikannya provinsi tersendiri.

Sejarah mencatat bahwa status sebuah daerah bukan hanya soal kekuasaan, tetapi juga soal kontribusi, stabilitas, dan kepentingan rakyat. Apakah Surakarta layak menjadi provinsi baru atau justru lebih baik tetap menjadi bagian dari Jawa Tengah? Waktu dan proses demokrasi akan menjawabnya. Yang pasti suara masyarakat tetap menjadi elemen kunci. Tulis pendapatmu di kolom komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *